الكواكب الدرية على متمّة الأجروميّة- الشيخ محمد بن أحمد بن عبد الباري الأهدَل ص:٣١–٣٣ – دار الكتب العلمية.
Tanwin menurut bahasa menurut bahasa bersuara, sedangkan tanwin menurut istilah adalah nun zaidah (tambahan) lagi mati yang berada di akhir kalimah isim dari segi ucapan tidak dalam tulisan.
Tanwin menurut ulama’ nahwu terbahagi kepada sepuluh bahagian, yaitu:
- Tanwin Tamkin, dan juga dinamakan ia tanwinul sorfi yaitu tanwin yang bertemu dengan sejumlah isim mu’rab munsharif selain jama’ mu’annats salim, seperti زَيْدٌ .
- Tanwin Tankir, yaitu tanwin yang bertemu dengan sejumlah isim mabni, sebagai perbezaan antara isim ma’rifah dan nakirah. Isim-isim yang dibaca tanwin tersebut berbentuk nakirah (umum), sama’i yang biasanya berada pada bab isim fi’il, seperti صَهْ , atau dalam bentuk qiyasi pada isim ‘alam yang diakhiri dengan lafazh waihi ( وَيْهِ ) , seperti سِيْبَوَيْهِ atau نِفْطَوَيْهِ
- Tanwin Muqalabah, yaitu tanwin yang bertemu dengan jama’ mu’annats salim, seperti مُسْلِمَاتٍ .
- Tanwin ‘iwadh, yaitu tanwin sebagai penganti dari jumlah, seperti ayat al-Quran وَأَنْتُمْ حِيْنَئِذٍ تَنْظُرُوْنَ. Tanwin pada kalimah hinaidzin tersebut merupakan pengganti dari jumlah حِيْنَ إِذْ بَلَغَتِ الرُّوْحُ الْحُلُوْمَ kalimah, seperti ayat قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ . Tanwin yang berada pada lafazh kullun adalah pengganti dari kalimah كُلُّ امْرِئٍ .
- Tanwin Ziyadah (tambahan), dan juga dinamalan ia Tanwinul Munaasabah seperti ayat سَلاَ سِلاً وَاَغْلاَلاً , menurut qira’ah sebagai ulama yang membaca ‘salasila’ denagn memakai tanwin. Kalimah ‘salasila’ yang ditambahi tanwin tersebut untuk menyesuaikan dengan kalimah ‘aghlalan’ sesudahnya.
- Tanwin Taranum, yaitu tanwin yang bertemu dengan qafiyah muthlaqah (hidup), seperti ungkapan penyair:
أَقِلِّيْ اللَّوْمَ عَاذِلَ وَالْعِتَابَنْ * وَقُوْلِيْ إِنْ أَصَبْتُ لَقَدْ أَصَابَنْ
“Sedikitkan wahai perempuan mencela dan menyalahkan kepada Adzil. Dan katakanlah: jika aku benar berarti ia juga benar”.
- Tanwin Hikayat, seperti ungkapan orang Arab: قَالَتْ عَاقِلَةٌ dibaca tanwin, yang asalnya adalah nam orang perempuan. Oleh kerana itu, sebenarnya ia adalah isim ghair munsharif dengan ‘illat ‘alamiyyah dan ta’nits, yang dijadikan sebagai hikayat dengan menggunakan sebuah ungkapan sebelum menjadi isim ‘alam.
- Tanwin Dharurat, seperti ungkapan penyair:
سَلاَمُ اللهِ يَا مَطَرٌ عَلَيْهَا * وَلَيْسَ عَلَيْكَ يَا مَطَرَ السَّلاَمِ
“Wahai Mathar, kesejahteraan Allah semoga menaungi kekasih. Dan wahai Mathar, tidak ada kesejahteraan bagimu”.
Pada syair di atas, penyair membaca tanwin pada lafazh Mathar’ pada bahagian syatar awwal, sementara seharusnya ia dibaca mabni dhammah tanpa tanwin, kerana isim ghair munsharif.
- Tanwin Ghulwi, yaitu tanwin yang bertemu dengan qafiyah muqayyadah (mati), seperti ungkapan penyair :
قَالَتْ بَنَاتُ الْعَمِّ يَا سَلْمَى وَإِنِنْ * كَانَ فَقِيْرًا مُعْدِمًا وَإِنِنْ
“Anak-anak perempuan bapak saudara berkata wahai Salma, jika ia seorang fakir miskin. Salma berkata : sekali pun fakir miskin”.
- Tanwin Syadz, atau dinamakan juga ia dengan Tanwinut taksir atau nama lain yaitu Tanwinul hamzi adalah ia bertemu bagi sebahagian isim yang mabni kerana qasad banyak seperti ungkapan orang arab, هَؤُلاَءٍ قَوْمُكَ dengan dibaca tanwin lafazh ‘haula’i dengan ditanwinkan hamzah diakhirnya sebagai bacaan syadz (cacat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar